ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

Ekonom Menyatakan Bahwa Penunjukan Duta Besar Untuk Negosiasi Mengenai Peraturan Tarif Amerika Serikat Harus Segera Dilakukan

Jumat, 04 Apr 2025

Institut untuk Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef) menegaskan bahwa pemerintah harus segera mengangkat duta besar (dubes) Indonesia untuk Amerika Serikat (AS) guna memfasilitasi negosiasi mengenai kebijakan tarif impor terbaru yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump.

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho, menyatakan bahwa diperlukan sosok yang profesional dan berpengalaman untuk mengisi posisi tersebut, mengingat pentingnya memperjuangkan kepentingan nasional.

“Kita memerlukan individu yang memahami diplomasi ekonomi dan memiliki pengalaman dalam lobi perdagangan. Ini bukan sekadar jabatan simbolis, melainkan posisi yang berada di garis depan pertahanan perdagangan Indonesia,” ujarnya di Jakarta, pada hari Kamis.

Ia juga menekankan bahwa posisi Dubes Indonesia untuk AS telah kosong selama hampir dua tahun, setelah Rosan Roeslani menyelesaikan tugasnya pada 17 Juli 2023 dan diangkat menjadi Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Sudah hampir dua tahun kita tidak memiliki perwakilan di Washington, padahal Amerika Serikat adalah mitra dagang kedua terbesar kita. Ini bukan hanya kelalaian, tetapi juga pengabaian terhadap kepentingan nasional,” kata Andry.

Ia menegaskan bahwa pemerintah harus segera menunjuk duta besar yang memiliki pengalaman yang kuat dalam bidang perdagangan dan investasi.

“Setiap hari kita tidak memiliki perwakilan di Amerika Serikat adalah hari di mana posisi tawar kita semakin lemah. Kita kehilangan momentum, kesempatan, dan kontrol,” tambahnya.

Andry juga menyatakan bahwa kebijakan tarif tambahan sebesar 32 persen dari AS terhadap produk-produk Indonesia merupakan ancaman serius bagi sektor perdagangan dan tenaga kerja domestik.

Hal ini disebabkan oleh berbagai produk dari industri padat karya, seperti tekstil, pakaian, dan alas kaki, yang menyumbang 27,5 persen dari total ekspor Indonesia ke AS.

“Dalam tiga tahun terakhir, lebih dari 30 pabrik di sektor tekstil dan turunannya telah tutup. Jika pemerintah tetap tidak bertindak, kita tidak hanya akan kehilangan pasar utama, tetapi juga akan menghadapi gelombang PHK yang jauh lebih besar,” ujarnya.

Andry juga mengkritik argumen Presiden Trump mengenai penetapan kenaikan tarif impor, dengan menyatakan bahwa Indonesia menerapkan tarif hingga 64 persen untuk produk dari AS.

Ia menegaskan bahwa alasan tersebut sangat menyesatkan, karena perhitungannya dilakukan dengan membagi defisit perdagangan dengan total ekspor, bukan berdasarkan tarif yang sebenarnya.

“Metode ini tidak valid, namun digunakan sebagai alasan untuk menekan kita secara sepihak. Ini merupakan bentuk proteksionisme yang jelas merugikan Indonesia,” kata Andry Satrio Nugroho.


Tag:



Berikan komentar