Dok/Kemenperin

Kemenperin Mengajukan Insentif Untuk Meningkatkan Kinerja Sektor Industri Otomotif

Kamis, 16 Jan 2025

Industri otomotif masih menghadapi berbagai tantangan yang signifikan untuk dapat berkembang lebih lanjut. Selain terhambat oleh penurunan daya beli masyarakat dan peningkatan suku bunga kredit kendaraan, proyeksi kinerja industri otomotif pada tahun 2025 menunjukkan kemungkinan penurunan akibat penerapan kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) serta penerapan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).

“Sebagai salah satu sektor yang memberikan kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, industri otomotif diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar Rp4,21 triliun pada tahun 2024. Hal ini berdampak pada sektor backward linkage sebesar Rp4,11 triliun dan sektor forward linkage sebesar Rp3,519 triliun,” ungkap Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Setia Darta dalam sebuah diskusi bertajuk “Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah” di Jakarta, Selasa (14/1).

Menyadari pentingnya sektor otomotif bagi perekonomian Indonesia dan tantangan yang akan dihadapi pada tahun 2025, Kementerian Perindustrian secara proaktif mengajukan usulan insentif dan relaksasi kebijakan kepada pihak-pihak terkait. Beberapa usulan insentif tersebut mencakup PPnBM yang ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan hybrid (PHEV, full, mild) sebesar 3%.

Selain itu, terdapat insentif PPN DTP untuk kendaraan listrik (EV) sebesar 10% guna mendorong perkembangan industri kendaraan listrik, serta penundaan atau keringanan dalam penerapan opsen PKB dan BBNKB. “Saat ini, sebanyak 25 provinsi telah menerbitkan regulasi terkait relaksasi opsen PKB dan BBNKB. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dukungan nyata bagi keberlanjutan industri otomotif nasional serta mempertahankan daya saingnya di pasar domestik dan global,” jelas Dirjen ILMATE.

Ke-25 provinsi tersebut meliputi Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Bali, Kepulauan Riau, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Kalim

Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menyatakan bahwa dukungan kebijakan dari pemerintah sangat diperlukan, terutama dalam mengatasi dampak dari opsi pajak kendaraan bermotor, agar industri kendaraan bermotor nasional dapat terus berkembang.

"Dukungan insentif akan mendorong pertumbuhan industri kendaraan bermotor, yang tercermin dari peningkatan penjualan. Hal ini akan memberikan semangat bagi industri komponen, sektor perbankan, serta lembaga pembiayaan," jelasnya.

Kukuh menambahkan bahwa Gaikindo meminta agar semua jenis kendaraan berteknologi elektrifikasi (xEV), termasuk HEV, PHEV, dan BEV, diberikan kesempatan untuk memperoleh insentif sesuai dengan kontribusi mereka dalam mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) dan penggunaan bahan bakar minyak (BBM).

"Pertumbuhan pasar xEV yang pesat dapat berdampak positif pada pengembangan industri xEV serta meningkatkan potensi ekspor kendaraan tersebut," tambahnya.

Di sisi lain, Pengamat Otomotif LPEM Universitas Indonesia, Riyanto, mengungkapkan bahwa pasar mobil memerlukan intervensi yang cepat, mengingat kondisi yang semakin sulit. Perbaikan fundamental, seperti penguatan daya beli dan percepatan pertumbuhan ekonomi, merupakan solusi jangka panjang yang perlu diimplementasikan.

Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh LPEM Universitas Indonesia, pemberian insentif diperkirakan akan memberikan dampak positif bagi perekonomian. Kontribusi sektor industri otomotif, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap produk domestik bruto (PDB) diproyeksikan mencapai Rp177 triliun dengan tarif PPnBM 10%, Rp181 triliun dengan PPnBM 7,5%, Rp185 triliun dengan PPnBM 5%, dan Rp194 triliun dengan PPnBM 0%. Hal ini dibandingkan dengan skenario tanpa insentif yang diperkirakan hanya mencapai Rp168 triliun.

Lebih lanjut, diperkirakan akan ada penambahan jumlah tenaga kerja di sektor otomotif sebanyak 7.740 orang dengan PPnBM 10%, 11.611 orang dengan PPnBM 7,5%, 15.481 orang dengan PPnBM 5%, dan 23.221 orang dengan PPnBM 0%. Riyanto juga mengusulkan agar tarif PPnBM untuk mobil murah tahun ini dapat dikembalikan menjadi 0% dari tarif saat ini yang sebesar 3%. “Insentif PPnBM untuk mobil pertama sebaiknya dipertimbangkan, bersamaan dengan upaya lokalisasi, ekspor, dan penelitian serta pengembangan, karena hal ini akan memberikan dampak positif bagi industri otomotif,” tuturnya.


Tag:



Berikan komentar